Jumat, 12 Februari 2021

Ponsel Pintar itu antara Madu dan Racun

Ponsel pintar, mulai diperkenalkan pada 2007, benar-benar telah mengubah sejarah peradaban manusia. Perubahan, yang jika dilihat dari sudut pandang teknologi, jelas merupakan pencapaian luar biasa dari kerja keras manusia untuk memudahkan hidupnya. Namun, zaman boleh berubah, generasi mesin tik boleh diganti oleh generasi elektronik, tetapi manusia sebagai manusia tetaplah sama. Pada hakikatnya, teknologi, betapapun canggihnya, hanyalah alat bagi manusia. Ia ibarat pisau bermata dua, yang bisa membawa kepada kebaikan atau keburukan. Di sana ada racun sekaligus madu.

“Melalui smart phone orang dapat belajar, berkomunikasi, berbagi, bertransaksi, bernyanyi, dan seterusnya. Banyak orang terkejut, misalnya, betapa bisnis online dapat mengalahkan para kapitalis besar di bidang transportasi seperti Go-Car, Gojek, GoFood, GoPay dan lain-lain. Siapa sangka pula Bukalapak dan Tokopedia berkembang sepesat sekarang? Kini nyaris semua serba elektronik, bukan hanya untuk transaksi lembaga-lembaga bisnis dan keuangan, tetapi juga di lembaga-lembaga pemerintahan hingga pendidikan. Perguruan tinggi pun ‘dipaksa’ untuk melaporkan semua data dirinya dan aktivitasnya secara elektronik. Semua serba cepat, mudah dan relatif murah. Seluruh dunia seolah berada di jari-jemari kita belaka,”  

“Semua dampak negatif seperti kecanduan, terkikisnya empati, kedangkalan pikiran dan hilangnya kesendirian, tidak boleh kita biarkan melindas hidup kita. Agar tidak kecanduan, kita harus berlatih mengendalikan diri. Misalnya, kita mengharamkan penggunaan ponsel saat makan bersama keluarga. Inilah yang dilakukan Steve Job pada keluarganya. Kita juga perlu melarang anak-anak menggunakan ponsel sampai mereka cukup dewasa. Inilah yang dilakukan para pakar teknologi yang bekerja di Yahoo, Apple, dan Google.Agar empati tidak terkikis, kita harus lebih mengutamakan percakapan langsung jika hal itu mungkin, lebih-lebih yang menyangkut masalah-masalah serius. Bertatap muka dan berdialog akan lebih memanusiakan diri kita,” ujarnya.

Ia berharap pengguna ponsel pintar untuk dapat melakukan detoksifikasi dalam dirinya dan menyingkirkan racun-racun di media sosial. Ponsel pintar jangan sampai membuat kita bodoh, tetapi sebaliknya, membuat kita lebih pintar.

Source : http://www.iain-samarinda.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar